Miskonsepsi dalam pembelajaran kimia
Kimia merupakan cabang ilmu yang paling
penting dan dianggap sebagai pelajaran yang sulit untuk siswa oleh guru kimia,
peneliti, dan pendidik pada umumnya. Meskipun alasannya bervariasi dari sifat
konsep – konsep kimia yang abstrak hingga kesulitan penggunaan bahasa kimia.
Ada dua alasan utama kesulitan yang dihadapi oleh siswa, pertama topic dalam
kimia sangat abstrak dan kedua kata – kata yang biasa digunakan dalam kehidupan
sehari – hari memiliki arti berbeda dalam kimia. Karena miskonsepsi siswa ini
penting, identifikasi pemahaman dan miskonsepsi siswa menjadi masalah utama
dalam penelitian dalam tahun – tahun terakhir ini (Ozmen, 2004).
Proses
pembelajaran, tidak menutup kemungkinan terjadinya berbagai kesalahan.
Kesalahan yang dibuat oleh siswa dalam belajar diantaranya adalah kesalahan dalam
berhitung atau salah dalam penulisan rumus, kesalahan-kesalahan dalam mengingat
atau menghafal. Kesalahan yang terjadi secara terus-menerus serta menunjukkan
kesalahan konsep dikenal dengan salah konsep atau miskonsepsi. Miskonsepsi
merupakan suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian yang diterima para
pakar dalam bidang tersebut. Bentuk miskonsepsi dapat berupa konsep awal,
kesalahan, hubungan yang tidak benar antar konsep-konsep, gagasan intuitif atau
pandangan yang naif.
Dalam
proses menyampaikan informasi baru ke dalam struktur kognitif mereka, peserta
didik sering kali mengalami kesulitan, bahkan kegagalan. Hal inilah yang
kemudian menjadi timbulnya miskonsepsi pada kognitif peserta didik. Lebih
jelas, miskonsepsi didefinisikan
sebagai pengetahuan konseptual dan proporsional peserta didik yang tidak
konsisten atau berbeda dengan kesepakatan ilmuwan yang telah diterima secara
umum dan tidak dapat menjelaskan secara tepat fenomena ilmiah yang diamati.
Perlu ditekankan bahwa miskonsepsi peserta didik dapat dengan tepat menjelaskan
pengalaman dan pengamatan peserta didik yang sesuai dengan logika peserta didik
dan konsisten dengan pemahaman mereka tentang dunia. Oleh karena itu, miskonsepsi
sangat sukar untuk diubah.
Miskonsepsi
yang terjadi dalam pembelajaran kimia berhubungan dengan kesulitan dalam
memahami materi ilmu kimia. Terjadinya miskonsepsi dapat disebabkan oleh
gagasan-gagasan yang tidak ilmiah yang muncul dalam pikiran-pikiran siswa.
Penyebab sesungguhnya seringkali juga sulit diketahui, karena siswa
kadang-kadang tidak secara terbuka mengungkapkan bagaimana hingga mereka
memiliki konsep yang tidak tepat tersebut.
Apalagi
jika tidak didampingi sumber informasi yang jelas dan akurat. Konstruksi
pengetahuan siswa tidak hanya dilakukan sendiri tetapi dibantu oleh konteks dan
lingkungan siswa antara lain teman-teman disekitar siswa, buku teks, guru dan
lainnya. Jika aspek-aspek tersebut memberikan informasi dan pengalaman yang
berbeda dengan pengertian ilmiah maka sangat besar kemungkinan terjadinya
miskonsepsi pada siswa.
Menurut
psikologi kognitif, timbulnya miskonsepsi disebabkan adanya asimilasi dan
akomodasi pada otak manusia dalam menanggapi dan memahami informasi yang baru
diterimanya. Piaget dalam Van Den Berg menyatakan bahwa dengan asimilasi dan
akomodasi, informasi baru yang masuk ke otak diubah sampai cocok dengan
struktur otak.
Secara
garis besar penyebab miskonsepsi menurut (Suparno,
2004. hal : 34) terbagi atas lima kelompok yaitu:
1. Siswa
Miskonsepsi
yang berasal dari siswa dapat dikelompokkan dalam 8 kategori, sebagai berikut:
a)
Prakonsepsi atau konsep awal siswa. Banyak siswa sudah mempunyai konsep awal
sebelum mereka mengikuti pelajaran di sekolah. Prakonsepsi sering bersifat
miskonsepsi karena penalaran seseorang terhadap suatu fenomena berbeda-beda.
b)
Pemikiran asosiatif yaitu jenis pemikiran yang mengasosiasikan atau menganggap
suatu konsep selalu sama dengan konsep yang lain. Asosiasi siswa terhadap
istilah yang ditemukan dalam pembelajaran dan kehidupan sehari-hari sering
menimbulkan salah penafsiran.
c)
Pemikiran humanistik yaitu memandang semua benda dari pandangan manusiawi.
Tingkah laku benda dipahami sebagai tingkah laku makhluk hidup, sehingga tidak
cocok.
d)
Reasoning atau penalaran yang tidak lengkap atau salah. Alasan yang tidak
lengkap diperoleh dari informasi yang tidak lengkap pula. Akibatnya siswa akan
menarik kesimpulan yang salah dan menimbulkan miskonsepsi.
e)
Intuisi yang salah, yaitu suatu perasaan dalam diri seseorang yang secara
spontan mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang sesuatu tanpa penelitian
secara obyektif dan rasional. Pola pikir intuitif sering dikenal dengan pola
pikir yang spontan.
f)
Tahap perkembangan kognitif siswa. Secara umum, siswa yang dalam proses
perkembangan kognitif akan sulit memahami konsep yang abstrak. Dalam hal ini,
siswa baru belajar pada hal-hal yang konkrit yang dapat dilihat dengan indera.
g)
Kemampuan siswa. Siswa yang kurang mampu dalam mempelajari fisika akan
menemukan kesulitan dalam memahami konsep-konsep yang diajarkan. Secara umum,
siswa yang tingkat matematika-logisnya tinggi akan mengalami kesulitan memahami
konsep fisika, terlebih konsep yang abstrak.
h)
Minat belajar. Siswa yang memiliki minat belajar fisika yang besar akan sedikit
mengalami miskonsepsi dibandingkan siswa yang tidak berminat.
2. Guru
Guru yang tidak menguasai bahan atau
tidak memahami konsep fisika dengan benar juga merupakan salah satu penyebab
miskonsepsi siswa. Guru terkadang menyampaikan konsep fisika yang kompleks
secara sederhana dengan tujuan untuk mempermudah pemahaman siswa. Kadang-kadang
guru mengutamakan penyampaian rumusan matematis sedangkan penyampaian konsep
fisisnya dikesampingkan. Pola pengajaran guru masih terpaku pada papan tulis,
jarang melakukan eksperimen dan penyampaian masalah yang menantang proses
berpikir siswa. Miskonsepsi siswa akan semakin kuat apabila guru bersikap
otoriter dan menerapkan metode ceramah dalam mengajar. Hal ini mengakibatkan
interaksi yang terjadi hanya satu arah, sehingga semakin besar peluang
miskonsepsi guru ditransfer langsung pada siswa.
3. Buku
teks
Buku
teks yang dapat mengakibatkan munculnya miskonsepsi siswa adalah buku teks yang
bahasanya sulit dimengerti dan penjelasannya tidak benar. Buku teks yang
terlalu sulit bagi level siswa yang sedang belajar dapat menumbuhkan
miskonsepsi karena mereka sulit menangkap isinya.
4. Konteks
Konteks yang
dimaksud di sini adalah pengalaman, bahasa sehari-hari, teman, serta keyakinan
dan ajaran agama. Bahasa sebagai sumber prakonsepsi pertama sangat potensial
mempengaruhi miskonsepsi, karena bahasa mengandung banyak penafsiran.
5. Metode belajar
Metode mengajar guru yang tidak sesuai dengan
konsep yang dipelajari akan dapat menimbulkan miskonsepsi. Guru yang hanya
menggunakan satu metode pembelajaran untuk semua konsep akan memperbesar
peluang siswa terjangkit miskonsepsi. Metode ceramah yang tidak memberikan
kesempatan siswa untuk bertanya dan juga untuk mengungkapkan gagasannya sering
kali meneruskan dan memupuk miskonsepsi. Penggunaan analogi yang tidak tepat
juga merupakan salah satu penyebab timbulnya miskonsepsi. Metode praktikum yang
sangat membantu dalam proses pemahaman, juga dapat menimbulkan miskonsepsi
karena siswa hanya dapat menangkap konsep dari data-data yang diperoleh selama
praktikum. Metode diskusi juga dapat berperan dalam menciptakan miskonsepsi.
Bila dalam diskusi semua siswa mengalami miskonsepsi, maka miskonsepsi mereka
semakin diperkuat.
permasalahan:
bagaimana mengatasi miskonsepsi yang telah dialami oleh siswa disekolah?
mengatasi miskonsepsi siswa, mungkin salah satu upaya yang dapat kita lakukan dengan memberikan arahan kepada siswa pada bagian sub bab mana materi yang belum dipahami dan sebagai tenaga pendidik harus membimbing pemikiran anak didik secara perlahan
BalasHapusSecara garis besar langkah yang digunakan membantu mengatasi miskonsepsi adalah:
BalasHapus1. Mencari atau mengungkapkan miskonsepsi yang dilakukan siswa
2. Mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut
3. Mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasi
Beberapa sarana untuk menyelesaikan miskonsepsi tidak berhasil karena pendidik tidak tahu persis penyebab miskonsepsi, sehingga cara yang ditempuh tidak tepat. Maka, mencari penyebab miskonsepsi menjadi unsur penting sebelum menentukan cara mengatasinya.
Para peneliti miskonsepsi menemukan berbagai hal yang menjadi penyebab miskonsepsi pada peserta didik. Secara garis besar, penyebab miskonsepsi dapat diringkas dalam lima kelompok, yaitu : peserta didik, guru, buku siswa, konteks dan metode mengajar. Penyebab yang berasal dari peserta didik dapat terdiri dari berbagai hal, seperti prakonsepsi awal, kemampuan, tahap perkembangan, minat, cara berpikir, dan teman lain. Penyebab kesalahan dari guru`dapat berupa ketidakmampuan guru, kurangnya, penguasaan bahan, cara mengajar yang tidak tepat atau sikap guru dalam berelasi dengan peserta didik yang kurang baik. Penyebab miskonsepsi dari buku siswa biasanya terdapat dalam penjelasan atau uraian yang salah dalam buku tersebut. Konteks, seperti budaya, agama, dan bahasa sehari-hari juga mempengaruhi miskonsepsi peserta didik. Sedangkan metode mengajar yang hanya menekankan kebenaran satu segi sering memunculkan salah pengertian pada peserta didik, sering kali penyebab-penyebab itu berdiri sendiri, tetapi kadang-kadang saling terkait satu sama lain, sehingga salah pengertiannya menjadi semakin kompleks. Hal ini menyebabkan semakin tidak mudah untuk membanu siswa untuk membantu mereka.